WANITA YANG BERJIHAD

Seorang Wanita yang Berjihad di Jalan Allah






Para wanita memang sangat jarang terlibat peperangan. Sehingga mereka terkadang bertanya-tanya bagaimanakah jihadnya wanita? Bagaimana cara mereka bisa mendapatkan pahala mati syahid? Bagaimana mereka bisa mendapatkan keutamaan berperang di jalan Allah?

Pertanyaan ini sebagaimana yang ditanyakan ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha kepada Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” 1

Jihad memang tidak wajib bagi wanita, Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

ويشترط لوجوب الجهاد سبعة شروط ; الإسلام , والبلوغ , والعقل , والحرية , والذكورية , والسلامة من الضرر , ووجود النفقة

syarat wajibnya jihad ada tujuh: Islam, baligh, berakal, bukan budak, Laki-laki, selamat dari bahaya, adanya harta (untuk berperang).”2

Akan tetapi wanita bisa meraih jalan jihad utama bagi mereka yaitu dengan melakukan haji dan umrah sebagaimana hadits di atas.

Kemudian mereka juga bisa memperoleh pahala jihad dengan cara ikut mempersiapkan suami mereka ketika berjihad dan ikhlas melepas mereka ketika berjihad. Karena jika wanita mendukung para suaminya untuk berjihad, menuntut ilmu, beribadah dan berdakwah, bersabar jika sering ditinggal. Maka pahalanya sama dengan pahala yang didapatkan oleh suaminya jika ia benar-benar berbakti yang membuat ridha suaminya. sebagaimana hadist ini tentang Asma’ binti Yazid Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha,

أنها أتت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهو بين أصحابه، فقالت: بأبي وأمي أنت يا رسول الله، أنا وافدة النساء إليك، إن الله عَزَّ وَجَلَّ بعثك إلى الرجال والنساء كافة، فآمنا بك وبإلاهك، وإنا معشر النساء محصورات مقصورات، قواعد بيوتكم، ومقضى شهواتكم، وحاملات أولادكموإنكم معشر الرجال فضلتم علينا بالجمع والجماعات، وعيادة المرضى، وشهود الجنائز، والحج بعد الحج، وأفضل من ذلك الجهاد في سبيل الله عَزَّ وَجَلَّ وإن الرجل إذا خرج حاجا أو معتمرا أو مجاهدا، حفظنا لكم أموالكم، وغزلنا أثوابكم، وربينا لكم أولادكم، أفما نشارككم في هذا الأجر والخير؟

bahwa dia mendatangi Rasulullah, sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Kami para wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian, sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan shalat Jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fi sabilillah. Jika lah seorang dari kalian pergi haji atau umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian ?”

فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى أصحابه بوجهه كله، ثم قال: ” هل سمعتم مقالة امرأة قط أحسن من مساءلتها في أمر دينها من هذه؟ ” فقالوا: يا رسول الله، ما ظننا أن امرأة تهتدي إلى مثل هذا.

Nabi memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya. Kemudian beliau bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?” mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia.”

فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إليها فقال: ” افهمي أيتها المرأة، وأعلمي من خلفك من النساء، أن حسن تبعل المرأة لزوجها وطلبها مرضاته، واتباعها موافقته، يعدل ذلك كله “.فانصرفت المرأة وهي تهلل

Nabi menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai ibu. Dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu. Wanita itu berlalu dengan wajah berseri-seri.3

Ketika wanita harus ikut membantu berjihad di peperangan

Boleh bagi wanita untuk ikut membantu dalam peperangan asalkan aman dari fitnah, tidak membuat kesulitan dan bermanfaat bagi para mujahidin. Sebagaimana hadits. Rabi’ bintu Mu’awwidz radhiallahu’anha , beliau berkata

كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم نسقي ونداوي الجرحى ونرد القتلى إلى المدينة

“Dahulu Kami para wanita (ikut berperang) bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kami memberi minum dan mengobati orang yang terluka dan mengurusi jenazah untuk dipulangkan ke Madinah”4

Imam Al-Sarakhsi Al-Hanafi rahimahullah berkata,

ولا بأس بأن يحضر منهن الحرب العجوز الكبيرة فتداوي الجرحى , وتسقي الماء , وتطبخ للغزاة إذا احتاجوا إلى ذلك , لحديث عبد الله بن قرط الأزدي قال : كانت نساء خالد بن الوليد ونساء أصحابه مشمرات , يحملن الماء للمجاهدين يرتجزن , وهو يقاتل الروم

Tidak mengapa menyertakan wanita dan wanita tua untuk ikut dalam peperangan. Mereka mengobati orang yang terluka, memberi inum dan memasak makanan bagi orang yang berperang jika para mujahidin membutuhkan mereka. Terdapat hadits dari Abdullah bin Qarth Al-Azdi, ia berkata: ‘istri Khalid bin Walid dan istri sahabatnya ikut juga dalam peperangan, mereka mengangkat air mujahidin. Ketika itu dia (khalid) sedang berperang dengan Romawi.”5



Kita mungkin akan terkejut jika mengetahui sabda Rasulullah yang dengan tegas menyebutkan bahwa pahala menjadi istri yang baik itu sama dengan pahala berjihad di jalan Allah.
Dalam Kanz al-‘Ummah disebutkan sebuah riwayat cukup panjang dari Abu Hurairah.
Suatu hari, saat Rasulullah sedang bersantai, Ali bin Abi Thalib, Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah, ‘Utsman bin Affan, Abu Bakar, dan Abdurrahman bin ‘Auf datang menghampiri beliau. Ketika melihat mereka berkumpul di depannya, beliau tersenyum seraya bersabda, “Apakah kalian datang menghadapku untuk menanyakan sesuatu? Aku akan memberi tahu kalian sesuatu jika kalian mau. Tapi, jika kalian ingin bertanya, silakan bertanya.”
Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Beri tahukan kepada kami.”
Beliau lalu bersabda, “Jika kalian menanyakan siapakah yang berhak mengerjakan barang-barang kerajinan, sesungguhnya yang berhak adalah pekerja yang beragama dan ahli di bidangnya. Jika kalian bertanya tentang jihad yang kecil, sesungguhnya itu adalah haji dan umrah. Jika kalian bertanya tentang jihadnya perempuan, sesungguhnya itu adalah melayani suami dengan baik. Dan jika kalian bertanya tentang asal-muasal rezeki, sesungguhnya Allah tidak akan melimpahkan rezeki kepada hamba-Nya kecuali melalui jalan yang tidak disangka-sangka olehnya.”
Rasulullah juga menyebutkan, jihadnya perempuan adalah menunaikan ibadah haji dan umrah ke tanah suci. Pion ini menjadi salah satu titik perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Sunan Ibnu Majah, bab “Haji adalah Jihadnya Perempuan”, disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah binti Thalhah, Aisyah binti Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad?”. Beliau bersabda, “Ya, perempuan wajib berjihad tanpa harus mengangkat senjata, yaitu menunaikan ibadah haji dan umrah.”
Dalam Shahih al-Bukhari, bab “Jihadnya Perempuan”, disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah seraya berkata, “Aku meminta izin kepada Nabi SAW untuk berjihad.” Beliau lalu bersabda, “Jihad kalian adalah pergi haji.” Dalam kitab yang sama disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah, “Rasulullah pernah ditanya oleh para istrinya tentang jihad.” Beliau lalu bersabda, “Jihad itu adalah pergi haji.”
Dalam Kanz al-‘Ummah disebutkan sebuah hadits dengan redaksi, “Haji adalah jihadnya stiap orang yang lemah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ummu Salamah. Dalam Munad al-Imam Ahmad disebutkan sebuah riwayat tentang Aisyah yang bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasullah, apakah perempuan wajib berjihad?” Beliau bersabda, “Haji dan umrah adalah jihadnya perempuan.”
Rasulullah juga menyebutkan jenis jihad lain bagi perempuan, yakni menjadi istri yang baik, tulus melayani suami, dan menaati perintahnya. Hadits-hadits tentang persoalan ini bisa ditemukan dalam kitab Majma’ al-Zawa’id, bab “Ganjaran Bagi Perempuan yang Taat kepada Suaminya dan Menjaga Harta Bendanya”
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, aku mewakili kaum perempuan datang menghadapmu. Jihad diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki. Jika menang, maka mereka akan mendapat pahala, dan jika gugur, mereka hidup di sisi Tuhan dan memperoleh limpahan rezeki. Sementara kami, kaum perempuan, senantiasa menemani mereka disaat suka dan duka. Lalu, apa yang kami dapatkan?”
Rasulullah kemudian bersabda, “Sampaikanlah pada setiap perempuan yang engkau temui, bahwa menaati suami dan memenuhi hak-haknya bisa menyamai pahala jihad. Tapi, hanya sedikit di antara kalian yang melakukannya.” [hadits ini diriwatakan oleh al-Bazzar, dan salah satu sanadnya adalah Rusydain bin Kuraib, dia itu dha’if]
Fikih Wanita- Dr.’Abdul Qadir Manshur (hal 184-187)

Islam menjanjikan kebaikan dan pahala besar kepada istri yang membantu kepemimpinan suami dengan ketaatan, serta memberikan ancaman kepada istri yang ingkar. Shahabat Abi Hurairah memberikan keterangan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Seandainya aku boleh memerintahkan kepada seseorang untuk menyembah orang lain (sesamanya), tentu aku perintahkan kepada seorang istri agar menyembah suaminya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)

Wanita yang selalu taat dan patuh kepada suami, akan mendapat jaminan surga, karena Allah mewajibkan setiap istri taat dan setia kepada suami. Segala perintahnya harus ditaati, kecuali perintah maksiat. Shahabat Anas menerangkan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Apabila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, patuh terhadap suami serta menjaga kemaluannya dari tindak perselingkuhan, niscaya dia masuk surga.” (HR Ibnu Hibban)

Umi Salamah juga menerangkan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Wanita mana saja yang meninggal, sedangkan suaminya merasa ridha kepadanya, maka dia berhak masuk surga.” (HR Tirmidzi)

Sebuah penghargaan yang sangat tinggi terhadap wanita yang shalihah, karena setiap geraknya dapat bernilai ibadah. Betapa indah dan sempurna Islam, tidak ada satu noktah pun syari'at yang hanya menguntungkan sebagian kaum saja. Jihad yang sepertinya hanya bisa diraih dan dilakukan oleh kaum lelaki saja, ternyata bisa diperoleh oleh kaum wanita sesuai dengan keterangan hadits di atas.

Bahkan, seorang wanita adalah kunci dari kehidupan lelaki. Shahabat Sa'ad bin Abi Waqash menerangkan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Kunci kebahagiaan umat manusia ada tiga, kunci kecelakaan mereka juga ada tiga. Kunci kebahagiaan mereka: Istri shalihah, tempat tinggal yang nyaman dan kendaraan yang bagus. Sedangkan kunci kecelakaan mereka: Istri yang rusak, tempat tinggal yang gersang dan kendaraan yang jelek.” (HR Hakim dan Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa kunci kebahagiaan dan kecelakaan umat manusia ada empat hal. 'Ali bin Abi Thalib menerangkan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Kunci kebahagiaan seseorang ada empat perkara; Istri yang shalihah, anak-anak yang berakhlak mulia, lingkungan hidup yang terdiri dari orang-orang shalih dan sumber kehidupannya berada di negeri sendiri.” (HR Daelami)
Shahabat Sa'ad bi Abi Waqash mengetengahkan sebuah riwayat yang bersumber dari ayahnya, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Tiga hal yang menjadi kunci kebahagiaan seseorang; Istri yang bila dipandang menyenangkan, bila engkau perintah patuh dan bila engkau tinggal pergi engkau merasa yakin terhadap kesetiaannya. Tiga hal yang menjadi kunci kesengsaraan seseorang; Istri yang bila engkau pandang menjemukan, bila engkau perintah lisannya selalu mengumpat dan bila engkau tinggal merasa aman atas dirinya (karena dapat melakukan perselingkuhan).” (HR Hakim)

Sahabat Abdullah bin Mas'ud menerangkan, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila seorang istri mencuci pakaian suami, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, mengampuni seribu kejelekan, mengangkat baginya seribu derajat dan seluruh mahluk yang terkena sinar matahari memohonkan ampun baginya." (HR Thabrani dari Abdullah bin Mas'ud)

Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita, untuk senantiasa memperbaiki taubat kita. Semoga Allah melapangkan hati kita untuk mampu menerima ilmu dan kebaikan, serta mampu menolak hawa nafsu dan keburukan dari gegap gempita dunia yang fana..




Sumber :


Komentar

Postingan Populer