IMAM SYAFII
Ilmu ushul fiqh adalah sebuah kajian
luar biasa yang mampu meringkas begitu banyak teks yang memiliki konsekuensi
hukum yang sama menjadi sebuah formula yang sederhana. Ilmu ini digunakan para
ulama dalam mengambil kesimpulan hukum. Menyederhanakan masalah yang pelik
menjadi mudah butuh kecerdasan dan pemahaman yang mendalam. Oleh karena itulah,
seseorang yang menciptakan ilmu ushul fiqh ini pasti memiliki kecerdasan yang
luar biasa dan pemahaman yang mendalam tentang ilmu-ilmu syariat. Ilmu ini
pertama kali dirumuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafii atau lebih dikenal
dengan Imam Syafii.
Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Beliau adalah Muhammad bin Idris bin
al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul
Muthalib bin Abdu Manaf. Nasab Imam Syafii dan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam bertemu pada kakek mereka Abdu Manaf. Jadi, Imam Syafii
adalah seorang laki-laki Quraisy asli. Adapun ibunya adalah seorang dari Bani
Azdi atau Asad.
Imam Syafii dilahirkan pada tahun
150 H/767 M di Kota Gaza, Palestina. Tahun kelahiran beliau bertepatan dengan
wafatnya salah seorang ulama besar Islam, yakni Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Ayahnya wafat saat Syafii masih kecil sehingga ibunya memutuskan untuk hijrah
ke Mekah agar Syafii mendapatkan santunan dari keluarganya dan nasabnya pun
terjaga.
Di Mekah, Syafii kecil mulai
mempelajari bahasa Arab, ilmu-ilmu syariat, dan sejarah. Ia terkenal sebagai
seoarang anak yang cerdas, di usia enam atau tujuh tahun 30 juz Alquran
sudah sempurna bersemayam di dalam dadanya. Keterbatasan ekonomi tidak menjadi
penghalang baginya dalam menuntut ilmu, Syafii mencatat palajarannya di atas
tulang-tulang hewan atau kulit-kulit yang berserakan. Namun ia dimudahkan
dengan karunia Allah berupa daya hafal yang sangat kuat sehingga beban ekonomi
untuk membeli buku dan kertas bisa terganti. Setelah beliau merasa cukup
menuntut ilmu di Mekah, Madinah menjadi destinasi berikutnya dalam menimba
ilmu. Di sana adaseorang ulama yang dalam ilmunya, yakni Imam Malik rahimahullah.
Proses Menuntut Ilmu
Saat menginjak usia 13 tahun,
gubernur Mekah mendorongnya agar belajar ke Madinah di bawah bimbingan Imam
Malik. Selama belajar kepada Imam Malik, sang imam negeri Madinah sangat
terkesan dengan kemampuan yang dimiliki remaja dari Bani Hasyim ini. Kemampuan
analisis dan kecerdasannya benar-benar membuat Imam Malik kagum sehingga Imam
Malik menjadikannya sebagai asistennya dalam mengajar. Padahal kita ketahui,
Imam Malik adalah seorang yang sangat selektif dan benar-benar tidak
sembarangan dalam permasalahan ilmu agama, tapi kemampuan Syafii muda memang
pantas mendapatkan tempat istimewa.
Di Madinah, Imam Syafii larut dalam
lautan ilmu para ulama. Selain belajar kepada Imam Malik, beliau juga belajar
kepada Imam Muhammad asy-Syaibani, salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah.
Di antara guru-guru Imam Syfaii di Madinah adalah Ibrahim bin Saad al-Anshari,
Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawaridi, Ibrahim bin Abi Yahya, Muhammad bin Said
bin Abi Fudaik, dan Abdullah bin Nafi ash-Sha-igh.
Adapun di Yaman, beliau belajar
kepada Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf yang merupakan hakim di Kota
Shan’a, Amr bin Abi Salama, salah seorang sahabat Imam al-Auza’i, dan Yahya bin
Hasan. Sedangkan di Irak beliau belajar kepada Waki’ bin Jarrah, Abu Usamah
Hamad bin Usamah al-Kufiyani, Ismail bin Aliyah, dan Abdullah bin Abdul Majid
al-Bashriyani.
Dengan kesungguhannya dalam
mempelajari ilmu syariat ditambah kecerdasan yang luar biasa, Imam Syafii mulai
dipandang sebagai salah seorang ulama besar. Terlebih ketika gurunya yang
mulia, Imam Malik wafat pada tahun 795, Imam Syafii yang baru menginjak usia 20
tahun dianggap sebagai salah seorang yan paling berilmu di muka bumi kala itu.
Di antara keistimewaan fikih Imam
Syafii adalah beliau mampu menggabungkan dua kelompok yang memiliki sudut
pandang yang berbeda dalam memahami fikih. Kelompok pertama dikenal dengan
ahlul hadits, yaitu orang-orang yang mencukupkan diri dengan hadis tanpa butuh
intepretasi atau analogi-analogi (qias) dalam menetapkan suatu hukum. Sedangkan
kelompok lainnya dikenal dengan ahlu ra’yi atau mereka yang menggunakan hadis
sebagai landasan penetapan hukum namun selain itu mereka juga memakai
analogi-analogi dalam menetapkan hukum. Imam Syafii mampu mengkompromikan dua
kelompok ini bisa menerima satu sama lainnya.
Ibadah Imam Syafii
Tidak diragukan lagi, seorang ulama
yang terpandang selain memiliki keilmuan yang luas, mereka juga merupakan
teladan dalam beribadah. Ar-Rabi’ mengatakan, “Imam Syafii membagi waktu
malamnya menjadi tiga bagian: bagian pertama adalah untuk menulis, bagian kedua
untuk shalat, dan bagian ketiganya untuk tidur.”
Di malam hari beliau tidak pernah
terlihat membaca Alquran melalui mush-haf, akan tetapi bacaan beliau di malam
hari hanya dilantunkan dalam shalat-shalatnya. Al-Muzani mengatakan, “Saat
malam hari, aku tidak pernah sekalipun melihat asy-Syafii membaca Alquran
melalui mush-haf. Ia membacanya saat sedang shalat malam (melalui hafalan pen.).”
Kefasihan Bahasa Imam Syafii
Selain menjadi bintang dalam ilmu
fiqh, Imam Syafi’i juga dikenal dengan kefasihan dan pengetahuannya tentang
bahasa Arab. Beliau belajar bahasa Arab kepada seorang Arab desa yang bahasa
Arabnya fasih dan murni. Hal itu serupa dengan keluarga Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menitipkan beliau kepada ibu susunya yang berasal
dari desa, tujuannya agar bahasa Arab Nabi berkembang menjadi bahasa Arab yang
fasih ketika tumbuh dewasa. Ibnu Hisyam bercerita tentang kefasihan Imam
Syafii, “Saya tidak pernah mendengar dia (Imam Syafi’i) menggunakan apa pun
selain sebuah kata yang sangat tepat maknanya, seseorang tidak akan menemukan
sebuah pilihan diksi bahasa Arab yang lebih baik dan lebih pas dalam
mengungkapkan suatu kalimat.”
Perjalanan Hidupnya
Tidak lama setelah wafatnya Imam
Malik, Imam Syafii ditugaskan pemerintah Abasiyah ke Yaman untuk menjadi hakim
di wilayah tersebut. Namun beliau tidak lama memangku jabatan tersebut karena jabatan
hakim secara tidak langsung menghubungkannya dengan dunia politik yang sering
mengkompromikan antara kebohongan dengan kejujuran, dan beliau tidak merasa
nyaman dengan hal yang demikian.
Setelah itu, beliau berpindah menuju
Baghdad dan menyebarkan ilmu di ibu kota kekhalifahan tersebut. Kehidupan
beliau di Baghdad dipenuhi dengan dakwah dan mengajar, bahkan beliau sempat
berkunjung ke Suriah dan negeri-negeri di semenanjung Arab lainnya untuk
menyebarkan pemahaman tentang Islam. Sekembalinya ke Baghdad, kekhalifahan
telah dipegang oleh al-Makmun.
Al-Makmun memiliki pemahaman yang
menyimpang tentang Alquran. Ia menganut paham Mu’tazilah yang mengedepankan
logika dibandingkan wahyu Alquran dan sunnah. Al-Makmun meyakini bahwasanya
Alquran adalah makhluk, sama halnya seperti manusia. Pemahaman ini
berkonsekuensi menyepadankan antara logika manusia dengan Alquran, artinya
Alquran pun tidak mutlak benar sebagaimana akal manusia. Tentu saja keyakinan
ini bertentangan dengan keyakinan Imam Syafii dan ulama-ulama Islam sebelum
beliau yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah, yang kebenarannya
absolut.
Al-Makmun memaksa semua orang agar
memiliki pemahaman yang sama dengannya. Banyak para ulama ditangkap dan disiksa
karena peristiwa yang dikenal dengan khalqu Alquran ini. Akhirnya, pada
tahun 814, Imam Syafii hijrah menuju Mesir, negeri dimana beliau berhasil
merumuskan ilmu ushul fiqh.
Wafatnya
Sebagaimana lazimnya manusia
lainnya, sebelum wafat Imam Syafii juga merasakat masa-masa sakit. Dalam keadaan
tersebut, salah seorang muridnya yang bernama al-Muzani mengunjunginya dan
bertanya, “Bagaiaman keadaan pagimu?” Imam Syafii, “Pagi hariku adalah
saat-saat pergi meninggalkan dunia, perpisahan dengan sanak saudara, jauh dari
gelas tempat melepas dahaga, kemudian aku akan menghadap Allah. Aku tidak tahu
kemana ruhku akan pergi, apakah ke surga dan aku pun selamat ataukah ke neraka
dan aku pun berduka.” Kemudian beliau menangis.
Imam Syafii dimakamkan di Kairo pada
hari Jumat di awal bulan Sya’ban 204 H/820 M. Beliau wafat dalam usia 54 tahun.
Semoga Allah merahmati, menerima semua amalan, dan mengampuni
kesalahan-kesalahan beliau. @Berbagai Sumber
Komentar
Posting Komentar